Senin, 21 Maret 2016

MENGENAL GERAKAN TANAH SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR


Muhlisin
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Banten
Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Jl. Raya Palima – Pakupatan, Curug Serang-Banten
Email: muhlisinsidik@gmail.com

A. PENDAHULUAN
Bencana    longsor         merupakan salah satu bencana geologis yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah maupun non alamiah,  merupakan salah satu bencana alam yang sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban  jiwa     dan menimbulkan  kerusakan  sarana dan prasarana  lainnya   yang bisa berdampak negatif pada kondisi ekonomi dan sosial.      Bencana alam tanah  longsor  dapat  terjadi  karena pola  pemanfaatan  lahan  yang  tidak mengikuti kaidah kelestarian lingkungan,  seperti gundulnya hutan akibat deforestasi dan konversi hutan menjadi lahan pertanian  dan pemukiman  di  lahan  berkemiringan leren yang  terjal.
            Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak kebawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai ke tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.  
            Pengetahuan tentang gerakan tanah adalah penting sebagai upaya untuk mengantisipasi bahaya longsor, dan upaya mitigasinya. Sehingga masyarakat d sekitar wilayah longsor dapat terselamatkan dan kerugian harta benda dapat diminimalisir.

B. MEKANISME LONGSOR /GERAKAN TANAH
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor lereng akan seimbang atau stabil kembali. Jadi longsor merupakan pergerakan massa tanah atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring maupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai  longsoran tanah. Saripin (2002) mendefinisikan tanah longsor adalah merupakan  suatu bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Ditinjau dari segi gerakannya, maka selain erosi longsor masih ada beberapa erosi yang diakibatkan oleh gerakan massa tanah, yaitu rayapan (creep), runtuhan batuan (rock fall) dan aliran lumpur (mud flow). Karena massa yang bergerak dalam longsor merupakan massa yang besar maka seringkali kejadian tanah longsor akan membawa korban, berupa kerusakan lingkungan, lahan pertanian, permukiman dan infrastruktur serta harta bahkan hilangnya nyawa manusia.

C. JENIS-JENIS TANAH LONGSOR
           Menurut Subowo (2003), ada 6 (enam) jenis tanah longsor, yaitu: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan  aliran bahan rombakan. Di indonesia jenis longsor yang paling sering terjadi adalah longsor translasi dan longsor rotasi. Sementara itu, jenis tanah longsor yang paling banyak memakan korban jiwa adalah aliran bahan rombakan.
1. Longsor Translasi; Longsor ini terjadi karena bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsor Rotasi; Longsoran ini muncul akibat bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok; Pergerakan blok terjadi karena perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsor jenis ini disebut juga longsor translasi blok batu
4. Runtuhan Batu; Runtuhan batu terjadi saat sejumlah besar batuan atau material lain bergerak kebawah dengan cara jatuh bebas. Biasanya, longsor ini terjadi pada lereng yang terjal sampai menggantung, terutama di daerah pantai. Runtuhan batu-batu besar dapat menyebabkan kerusakan parah.
5. Rayapan Tanah; Longsor ini bergerak lambat serta serta jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Longsor ini hampir tidak dapat dikenal. Setelah beberapa lama terjadi longsor jenis rayapan, posisi tiang-tiang telepon, pohon-pohon, dan rumah akan miring kebawah.
6. Aliran Bahan Rombakan; Longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air dan terjadi di sepanjang lembah yang mencapai ratusan meter jauhnya. Kecepatan bergantung pada kemiringan lereng, volume air, tekanan air dan jenis materialnya.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN LONGSOR
            Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan  batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. 
         Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alam dan faktor manusia:
Faktor alam dipengaruhi oleh: a) Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, strukutur sesar dan kekar, gempa bumi, stragrafi dan gunung berapi; b) Iklim : curah hujan yang tinggi; c) Keadaan topografi : lereng yang curam; d) Keadaan air : kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika; e) Tutup lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah kritis; dan f) Getaran yang diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan.
Faktor manusia dipengaruhi oleh: a) Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal; b) Penimbunan tanah urugan di daerah lereng; Kegagalan struktur dinding penahan tanah; c) Penggundulan hutan; d) Budidaya kolam ikan diatas lereng; e) Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman; f) Pengembangan wilayah yang tidak di imbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri; dan f) Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.
Secara umum Karnawati (2003) mengungkapkan faktor pengontrol  terjadinya longsor pada suatu lereng dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kondisi geologi batuan dan tanah penyusun lereng, kemiringan lereng (geomorfologi lereng), hidrologi dan struktur geologi, sedangkan faktor eksternal yang disebut juga sebagai faktor pemicu yaitu curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng serta getaran gempa.  Zona kerentanan gerakan tanah dapat dianalisis berdasarkan penghitungan variabel lingkungan fisik suatu daerah yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah. Variabel yang dapat digunakan sebagai dasar analisis  dari penentuan zona kerentanan terhadap gerakan tanah adalah variable kemiringan lereng (topografi), tekstur tanah, kondisi fisik batuan, curah hujan (iklim) dan penggunaan lahan.   Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa daerah yang memiliki kerawanan terhadap bencana tanah longsor dikategorikan dalam kawasan fungsi lindung. Sedangkan batasan kawasan lindung diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 837/KPTS/UM/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.

E. IDENTIFIKASI  POTENSI LONGSOR
Prosedur yang harus dilakukan untuk identifikasi kerawanan tanah longsor adalah sebagai berikut:
a.  Dengan menggunakan peta RBI skala 1 : 25.000, deliniasi kelas kelerengan lahan dilakukan seperti klasifikasi lereng pada Lampiran 2. Klasifikasi lereng ini sama seperti pada klasifikasi lereng daerah potensi (pasokan) air banjir hanya kelas lereng >45% dibagi lagi menjadi kelas 45-65% dan >65%, sedangkan kelas 0-8% digabung menjadi satu dengan kelas 8-15% . Pembagian kelas lereng dapat digunakan sebagai unit peta.
b. Padukan peta Geologi (contoh Gambar 5), pada peta kelas lereng untuk memperoleh data jenis batuan (geologi) dan keberadaan garis sesar/patahan/ gawir.
c.  Dengan peta jenis tanah dapat diperkirakan kedalaman tanah (regolit) sampai lapisan kedap air.
d.  Dengan menggunakan peta RBI skala 1 : 25.000 diidentifikasi jenis penutupan lahan dan  keberadaan infrastruktur. Untuk memperoleh data penutupan lahan terkini perlu dikoreksi dengan hasil analisis citra satelit (penginderaan jauh), terutama dengan resolusi yang cukup tinggi seperti SPOT.4 dan atau 5, atau IKONOS atau Quick Bird. 
e.  Dipadukan peta penutupan lahan dengan peta penggunaan lahan (land use) agar diperoleh kejelasan pemangku lahan terkait, dan ancaman tanah longsor terhadap pemukiman.
f.  Apabila data demografi desa tersedia maka kepadatan pemukiman pada unit peta tersebut dapat dihitung yakni nilai nisbah/rasio jumlah penduduk dibagi luas pemukiman pada wilayah desa yang bersangkutan.
g.  Analisis data hujan harian dari catatan data curah hujan harian sepuluh tahun terakhir untuk memperoleh data curah hujan tiga hari berurutan terbesar.

F. TEKNIK PENGENDALIAN TANAH LONGSOR
Berdasarkan pengalaman lapangan, proses tanah longsor bisa dipilah dalam  Tiga tingkatan yakni: (1) massa tanah sebagian terbesar telah meluncur ke bawah (longsor); (2)  massa tanah  bergeser sehingga menimbulkan rekahan/retak (rayapan), dan (3) massa tanah belum bergerak tetapi memiliki potensi longsor tinggi (potensial longsor).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada daerah longsor maupun rawan longsor adalah sebagai berikut: 1) Slope reshaping lereng terjal (pembentukan lereng lahan menjadi lebih landai) pada daerah yang potensial longsor; 2) Penguatan lereng terjal dengan bronjong kawat pada kaki lereng; 3) Penutupan rekahan/retakan tanah dengan segera karena pada musim penghujan rekahan bisa diisi oleh air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap; 4)  Bangunan rumah dari konstruksi kayu (semi permanen) lebih tahan terhadap retakan tanah dibanding dengan bangunan pasangan batu/bata pada lahan yang masih akan bergerak.
Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetatif harus dipilahkan antara bagian kaki, bagian tengah, dan bagian atas lereng. Stabilisasi tanah diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman (vegetatif ) maupun bangunan. Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain: jenis tanaman memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah, dan bobot biomassanya ringan. Pada lahan yang rawan longsor, kerapatan tanaman beda antara bagian kaki lereng (paling rapat = standar kerapatan tanaman), tengah (agak jarang = ½ standar) dan atas (jarang = ¼ standar). Kerapatan yang jarang diisi dengan tanaman rumput dan atau tanaman penutup tanah (cover crop) dengan drainase baik, seperti pola agroforestry. Pada bagian tengah dan atas lereng diupayakan perbaikan sistim drainase (internal dan eksternal) yang baik sehingga air yang masuk ke dalam tanah tidak terlalu besar, agar tingkat kejenuhan air pada tanah yang berada di atas lapisan kedap (bidang gelincir) bisa dikurangi bebannya.
Upaya pengendalian tanah longsor metode teknik sipil antara lain berupa pengurugan/penutupan rekahan, reshaping lereng, bronjong kawat, perbaikan drainase, baik drainase permukaan seperti saluran pembuangan air (waterway) maupun drainase bawah tanah. Untuk mengurangi aliran air (drainase) bawah tanah dilakukan dengan cara mengalirkan air secara horizontal melalui terowongan air seperti paritan (trench) dan sulingan (pipa perforasi). Arahan teknik pengendalian tanah longsor dalam berbagai tingkatan kelongsoran dan penggunaan lahan dapat diringkas dalam matrik Tabel 2.
Pendekatan pengendalian tanah longsor berbeda dengan pengendalian erosi permukaan, bahkan bertolak belakang. Pada pengendalian tanah longsor diupayakan agar air tidak terlalu banyak masuk ke dalam tanah yang bisa menjenuhi ruang antara lapisan kedap air dan lapisan tanah, sedangkan pada pengendalian erosi permukaan air hujan diupayakan masuk ke dalam tanah sebanyak mungkin sehingga energi pengikisan dan pengangkutan partikel tanah oleh limpasan permukaan dapat diminimalkan. Dengan demikian tindakan mitigasi tanah longsor harus lebih hati-hati apabila pada tempat yang sama juga mengalami degradasi akibat erosi permukaan (rill and interrill erosion). Pengendalian erosi permukaan mengupayakan agar air hujan dimasukkan ke dalam tanah sebanyak mungkin, sebaliknya pengendalian tanah longsor dilakukan dengan memperkecil air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga tidak menjenuhi lapisan tanah yang berada di atas batuan kedap air.
G.  PERINGATAN DINI  TANAH LONGSOR
Teknik peringatan dini dalam memitigasi tanah longsor secara umum dapat diketahui sebagai berikut (disesuaikan dengan jenis potensi tanah longsor yang ada):
a.    Adanya retakan-retakan tanah pada lahan (pertanian, hutan, kebun, pemukiman) dan atau jalan yang cenderung semakin besar, dengan mudah bisa dilihat secara visual.
b.    Adanya penggelembungan/amblesan pada jalan aspal - terlihat secara visual.
c.    Pemasangan penakar hujan di sekitar daerah rawan tanah longsor. Apabila  curah hujan kumulatif secara berurutan selama 2 hari melebihi 200 mm sedangkan hari ke-3 masih nampak telihat akan terjadi hujan maka masyarakat harus waspada.
d.   Adanya rembesan air pada kaki lereng, tebing jalan, tebing halaman rumah (sebelumnya belum pernah terjadi renbesan) atau aliran rembesannya (debit) lebih besar dari sebelumnya.
e.    Adanya pohon yang posisinya condong kearah  bawah bukit.
f.     Adanya perubahan muka air sumur (pada musim kemarau air sumur kering, pada musim penghujan air sumur penuh).
g.    Adanya perubahan penutupan lahan (dari hutan ke non-hutan) pada lahan berlereng curam dan kedalaman lapisan tanah sedang.
h.    Adanya pemotongan tebing untuk jalan dan atau perumahan pada lahan berlereng curam dan lapisan tanah dalam.

H. MITIGASI BENCANA LONGSOR LAHAN
Mitigasi bencana longsor lahan adalah suatu usaha memperkecil jatuhnya korban manusia dan atau kerugian harta benda akibat peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan oleh keduanya yang mengakibatkan jatuhnya korban, penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.   Mitigasi longsor pada prinsipnya bertujuan untuk meminimumkan dampak bencana tersebut. Untuk itu kegiatan early warning (peringatan dini) bencana menjadi sangat penting. Peringatan dini dapat dilakukan antara lain melalui prediksi cuaca/iklim sebagai salah satu faktor yang menentukan bencana longsor.  Mitigasi bencana meliputi sebelum, saat terjadi dan sesudah terjadi bencana.
1. Sebelum bencana antara lain peringatan dini (early warning system) secara optimal dan terus menerus pada masyarakat. 
a)  Mendatangi daerah rawan longsor lahan berdasarkan peta kerentanannya.
b)  Memberi tanda khusus pada daerah rawan longsor lahan.
c)  Manfaatkan peta-peta kajian tanah longsor secepatnya.
d)  Permukiman sebaiknya menjauhi tebing.
e)  Tidak melakukan pemotongan lereng.
f)  Melakukan reboisasi pada hutan yang pada saat ini dalam kedaan gundul,  menanam pohon-pohon penyangga,  melakukan panghijauan pada lahan-lahan terbuka.
g)  Membuat terasering atau sengkedan pada lahan yang memiliki kemiringan yang relatif curam.
h)  Membatasi lahan untuk pertanian
i)  Membuat saluran pembuangan air menurut kontur tanah
j)  Menggunakan teknik penanaman dengan sistem kontur tanah
k)  Waspada gejala tanah longsor (retakan, penurunan tanah) terutama di musim hujan.
2.  Saat bencana antara lain bagaimana menyelamatkan diri dan kearah mana. ini harus diketahui oleh masyarakat.
3. Sesudah bencana antara lain pemulihan  (recovery) dan masyarakat harus dilibatkan.
a)  Penyelamatan korban secepatnya ke daerah yang lebih aman
b)  Penyelamatan harta benda yang mungkin masih dapat di selamatkan,
c)  Menyiapkan tempat-tempat penampungan  sementara bagian para pengungsi seperti tenda-tenda darurat
d)  Menyediakan dapur-dapur umum
e)  Menyediakan air bersih, sarana kesehatan
f)  Memberikan dorongan semangat bagi para korban bencana agar para korban tersebut tidak frustasi dan Iain-lain.
g)  Koordinasi dengan aparat secepatnya 

Adapun  tahapan mitigasi bencana tanah longsor, yaitu pemetaan, penyelidikan, pemeriksaan, pemantauan, sosialisasi. 
1.    Pemetaan;  Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
2.    Penyelidikan; Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.
3.    Pemeriksaan;   Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.
4.    Pemantauan; Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
5.    Sosialisasi;  Memberikan  pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau masyarakat  umum, tentang bencana alam tanah longsor.  Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, berita, poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada aparat pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
Somantri, L. 2007. Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan  dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh. Padang: Sseminar Ikatan Geografi Indonesia.
Paimin, Sukresno dan Pramono, I.B.2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Balikpapan. Tropenbos International Indonesia Programme.
Nandi. 2007. Longsor. Bandung. Jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Pendidikan Indonesia.
Nugroho, U.C., Fahrudin dan Suwarsono. 2014. Pemetaan Indeks Resiko Gerakan Tanah Menggunakan Citra DEM SRTM dan Data Geologi Di Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara. Seminar Nasional Penginderaan Jauh.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar