Oleh: Muhlisin
Sidik
Pada saat
memberikan sambutan di acara peresmian pabrik baja terpadu PT Krakatau Posco
Cilegon, Wakil Gubernur (Wagub) Banten Rano Karno menyatakan bahwa angka pengangguran
di Provinsi Banten masih cukup tinggi (Sindonews.com, 23/12/2013).
Menurut data BPS Provinsi Banten, pada tahun 2013 pengangguran terbuka di
Provinsi Banten mencapai 9,90%. Lebih tinggi dari jumlah pengangguran di
tingkat Nasional yang hanya mencapai 6,25% pada bulan Agustus 2013 (www.bps.go.id, 06/11/2013). Sehingga
pada kesempatan itu juga Wagub meminta agar PT. Krakatau Posco memberikan
kesempatan kerja yang cukup luas untuk warga Banten. Lantas, apakah dengan
kesempatan bekerja itu akan menurunkan tingkat pengangguran secara signifikan?
Penangguran adalah masalah yang
tidak hanya dialami oleh Negara kita, tetapi juga oleh negara-negara berkembang
lainnya. Permaslahan ini bila tidak
diselesaikan akan menimbulkan berbagai penyakit dan kerawanan social dan
penurunan kualitas bangsa. Walaupun pendidikan kian berkembang pesat, namun kenaikan
jumlah penduduk yang terdidik tidak menurunkan tingkat pengangguran secara
signifikan. Bahkan menciptakan kelompok pengangguran terselubung.
Mengapa pendidikan tidak dapat
memecahkan pengangguran secara signifikan? Apakah kurikulum yang tidak sesuai
dengan kebutuhan di masyarakat? Baiklah kita analisis dari sisi yang
paling dekat dengan kita yaitu pendidikan di sekolah menengah.
Tujuan pendidikan menengah adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan
pendidikan menengah tersebut hampir sama baik pendidikan dasar maupun kejuruan.
Berdasarkan tujuan tersebut kemampuan yang diharapkan meliputi kognisi, afeksi
dan psikomotorik. Bahkan di Kurikulum 2013 lebih menegaskan lagi dalam
pencapaian ketiga aspek tersebut. Namun pada pelaksanannya, aspek kognisi masih
saja lebih dominan dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya. Hal ini ditegaskan
dengan pelaksanaan Ujian Nasioanl yang lebih menekankan aspek kognitif.
Bagaimana menyiasati kondisi
pendidkan agar dapat menyiapkan tenaga yang terampil? Salah satunya adalah
mendidik sikap kewirausahaan (entrepreneurship). Kewirausahaan menurut
Suryana (2003) didefinisikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang
dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti
dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda (create new and different) melalui berfikir kreatif dan
inovatif. Sementara itu Hisrich et al (2008) memberikan definisi yang telah
mengakomodir semua tipe perilaku kewirausahaan (entrepreneurship) sebagai “proses menciptakan sesuatu yang baru,
yang bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang diperlukan, dengan
memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima imbalan dalam
bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi”. Jadi secara singkat pada
dasarnya kewirausahaan (entrepreneurship)
adalah suatu proses yang inovatif yang menghasilkan sesuatu yang baru.
Meredith et al.. (2002),
mengemukakan nilai hakiki penting dari wirausaha adalah: 1). Percaya diri (self confidence); 2) Berorientasi tugas
dan hasil; 3) Keberanian mengambil risiko; 4) Kempemimpinan; 5) Berorientasi ke
masa depan; dan 6) Keorisinilan. Dalam mencapai keberhasilannya, seorang
wirausaha memiliki ciri-ciri: Proaktif,
yaitu berinisiatif dan tegas; berorientasi pada prestasi, yang tercermin dalam padangan dan
bertindakterhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas
pekerjaan, berencana, dan mengutamakan monitoring; dan komitmen kepada orang
lain, misalnya dalam mengadakan kontrak dan hubungan bisnis.
Permasalahan yang muncul adalah
bagaimana mengembangkan sikap siswa agar menjadi seorang entrepreneur yang
diharapkan, sementara muatan kurikulum yang harus dpelajari juga begitu padat?
Salah satu alternatif pmecahannya adalah dengan mengembangkan pembelajaran yang
berbasis kecakapan hidup (life skill).
Kecakapan hidup adalah
kesangguapan, kemampuan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk
menjalankan kehidupannya dengan nikmat dan bahagia. Pengembangan pendidikan
kecakapan hidup itu berupa pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang
dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang kehidupan sehari-hari agar
mampu, sanggup, dan terampil menjalani kehidupannya agar dapat menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Terdapat beberapa jenis kecakapan
hidup yaitu: kecakapan mengenal diri, berpikir rasional, kecakapan sosial,
kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Dari keenam kecakapan hidup
tersebut yang berkaitan langsung dengan jenis pekerjaan adalah kecakapan
vokasional.
Pengembangan kecakapan vokasioanl
ini pada mata pelajaran kelompok IPA seperti fisika, kimia, biologi sangat
mungkin dilakukan. Kalau kita fokuskan pada bidang biologi misalnya banyak
sekali keterampilan-keterampilan yang dikembangkan untuk menjadi bekal
wirausaha.
Pada materi tumbuhan misalnya, bisa
dikembangkan tentang keterampilan perbanyakan tanaman, pertumbuhan tanaman yang
dapat menjadi bekal wirausaha tanaman hias atau pertanian. Pada materi hewan
juga dapat dibekali keterampilan budidaya hewan ternak, maupun hewan-hewan
kecil yang menjadi makanan hewan piaraan seperti cacing rambut, jangkrik, dan
masih banyak lagi. Di bidang mikrobiologi siswa dapat diberi bekal keterampilan
di bidang mikrobiologi pangan seperti pembuatan tempe, oncom, yoghurt, nata de
coco, tape, kecap, dan lain-lain. Serta masih banyak keterampilan-keterampilan
lainnya yang dapat menginspirasi siswa dalam berwirausaha.
Namun demikian, banyak kendala
untuk menerapkan kecakapan hidup tersebut diantaranya adalah, waktu pelajaran
yang tersedia, kemampuan guru, serta sarana prasaran yang mendukung. Untuk
menanggulangi masalah tersebut harus ada komitmen dari sekolah untuk mewujudkan
sekolah yang berbasis kecakapan hidup. Setidaknya mulai dari diri sendiri,
sebagai seorang guru untuk mengimplementasikan kecakapan hidup pada mata
pelajaran yang diampu.
Kalau dari setiap diri guru mampu
menerapakan hal tersebut, akan banyak memberikan inspirasi bagi siswa untuk
menjadi enterpereneur, sehingga bila lulus nanti bisa menciptakan lapangan
kerja bukan mencari pekerjaan, baik mereka melanjutkan kuliah atau tidak.
Bahkan akan menjadi contoh yang baik bila gurunya pun sudah sukses berwirausaha
sebagai bukti bahwa ia bersungguh-sungguh dalam mengembangkan sikap
kewirausahaan kepada siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar