Senin, 21 Maret 2016

Permasalahan Pengangguran dan Pendidikan Berbasis Enterpreunership

Oleh: Muhlisin Sidik
Pada saat memberikan sambutan di acara peresmian pabrik baja terpadu PT Krakatau Posco Cilegon, Wakil Gubernur (Wagub) Banten Rano Karno menyatakan bahwa angka pengangguran di Provinsi Banten masih cukup tinggi (Sindonews.com, 23/12/2013). Menurut data BPS Provinsi Banten, pada tahun 2013 pengangguran terbuka di Provinsi Banten mencapai 9,90%. Lebih tinggi dari jumlah pengangguran di tingkat Nasional yang hanya mencapai 6,25% pada bulan Agustus 2013 (www.bps.go.id, 06/11/2013). Sehingga pada kesempatan itu juga Wagub meminta agar PT. Krakatau Posco memberikan kesempatan kerja yang cukup luas untuk warga Banten. Lantas, apakah dengan kesempatan bekerja itu akan menurunkan tingkat pengangguran secara signifikan?
Penangguran adalah masalah yang tidak hanya dialami oleh Negara kita, tetapi juga oleh negara-negara berkembang lainnya.  Permaslahan ini bila tidak diselesaikan akan menimbulkan berbagai penyakit dan kerawanan social dan penurunan kualitas bangsa. Walaupun pendidikan kian berkembang pesat, namun kenaikan jumlah penduduk yang terdidik tidak menurunkan tingkat pengangguran secara signifikan. Bahkan menciptakan kelompok pengangguran terselubung.
Mengapa pendidikan tidak dapat memecahkan pengangguran secara signifikan? Apakah kurikulum yang tidak sesuai dengan kebutuhan di masyarakat? Baiklah kita analisis dari sisi yang paling dekat dengan kita yaitu pendidikan di sekolah menengah.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan pendidikan menengah tersebut hampir sama baik pendidikan dasar maupun kejuruan. Berdasarkan tujuan tersebut kemampuan yang diharapkan meliputi kognisi, afeksi dan psikomotorik. Bahkan di Kurikulum 2013 lebih menegaskan lagi dalam pencapaian ketiga aspek tersebut. Namun pada pelaksanannya, aspek kognisi masih saja lebih dominan dibandingkan dengan aspek-aspek lainnya. Hal ini ditegaskan dengan pelaksanaan Ujian Nasioanl yang lebih menekankan aspek kognitif.
Bagaimana menyiasati kondisi pendidkan agar dapat menyiapkan tenaga yang terampil? Salah satunya adalah mendidik sikap kewirausahaan (entrepreneurship). Kewirausahaan menurut Suryana (2003) didefinisikan sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melalui berfikir kreatif dan inovatif. Sementara itu Hisrich et al (2008) memberikan definisi yang telah mengakomodir semua tipe perilaku kewirausahaan (entrepreneurship) sebagai “proses menciptakan sesuatu yang baru, yang bernilai, dengan memanfaatkan usaha dan waktu yang diperlukan, dengan memperhatikan risiko sosial, fisik, dan keuangan, dan menerima imbalan dalam bentuk uang dan kepuasan personal serta independensi”. Jadi secara singkat pada dasarnya kewirausahaan (entrepreneurship) adalah suatu proses yang inovatif yang menghasilkan sesuatu yang baru.
Meredith et al.. (2002), mengemukakan nilai hakiki penting dari wirausaha adalah: 1). Percaya diri (self confidence); 2) Berorientasi tugas dan hasil; 3) Keberanian mengambil risiko; 4) Kempemimpinan; 5) Berorientasi ke masa depan; dan 6) Keorisinilan. Dalam mencapai keberhasilannya, seorang wirausaha memiliki ciri-ciri:  Proaktif, yaitu berinisiatif dan tegas; berorientasi pada prestasi,  yang tercermin dalam padangan dan bertindakterhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas pekerjaan, berencana, dan mengutamakan monitoring; dan komitmen kepada orang lain, misalnya dalam mengadakan kontrak dan hubungan bisnis.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana mengembangkan sikap siswa agar menjadi seorang entrepreneur yang diharapkan, sementara muatan kurikulum yang harus dpelajari juga begitu padat? Salah satu alternatif pmecahannya adalah dengan mengembangkan pembelajaran yang berbasis kecakapan hidup (life skill).
Kecakapan hidup adalah kesangguapan, kemampuan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupannya dengan nikmat dan bahagia. Pengembangan pendidikan kecakapan hidup itu berupa pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang kehidupan sehari-hari agar mampu, sanggup, dan terampil menjalani kehidupannya agar dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Terdapat beberapa jenis kecakapan hidup yaitu: kecakapan mengenal diri, berpikir rasional, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional. Dari keenam kecakapan hidup tersebut yang berkaitan langsung dengan jenis pekerjaan adalah kecakapan vokasional.
Pengembangan kecakapan vokasioanl ini pada mata pelajaran kelompok IPA seperti fisika, kimia, biologi sangat mungkin dilakukan. Kalau kita fokuskan pada bidang biologi misalnya banyak sekali keterampilan-keterampilan yang dikembangkan untuk menjadi bekal wirausaha.
Pada materi tumbuhan misalnya, bisa dikembangkan tentang keterampilan perbanyakan tanaman, pertumbuhan tanaman yang dapat menjadi bekal wirausaha tanaman hias atau pertanian. Pada materi hewan juga dapat dibekali keterampilan budidaya hewan ternak, maupun hewan-hewan kecil yang menjadi makanan hewan piaraan seperti cacing rambut, jangkrik, dan masih banyak lagi. Di bidang mikrobiologi siswa dapat diberi bekal keterampilan di bidang mikrobiologi pangan seperti pembuatan tempe, oncom, yoghurt, nata de coco, tape, kecap, dan lain-lain. Serta masih banyak keterampilan-keterampilan lainnya yang dapat menginspirasi siswa dalam berwirausaha.
Namun demikian, banyak kendala untuk menerapkan kecakapan hidup tersebut diantaranya adalah, waktu pelajaran yang tersedia, kemampuan guru, serta sarana prasaran yang mendukung. Untuk menanggulangi masalah tersebut harus ada komitmen dari sekolah untuk mewujudkan sekolah yang berbasis kecakapan hidup. Setidaknya mulai dari diri sendiri, sebagai seorang guru untuk mengimplementasikan kecakapan hidup pada mata pelajaran yang diampu.
Kalau dari setiap diri guru mampu menerapakan hal tersebut, akan banyak memberikan inspirasi bagi siswa untuk menjadi enterpereneur, sehingga bila lulus nanti bisa menciptakan lapangan kerja bukan mencari pekerjaan, baik mereka melanjutkan kuliah atau tidak. Bahkan akan menjadi contoh yang baik bila gurunya pun sudah sukses berwirausaha sebagai bukti bahwa ia bersungguh-sungguh dalam mengembangkan sikap kewirausahaan kepada siswa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar