A
|
khir-akhir
ini pemberitaan tentang carut-marutnya kehidupan berbangsa dan bernegara
seringkali kita tonton, kita dengar bahkan juga mungkin mengalami langsung
terjadi di sekitar kita. Tiap hari, tiap jam, bahkan tiap detik berita-berita
yang tidak mengenakan selalu tersebar melalui media massa. Mulai dari pejabat
yang korupsi, ketegangan elit politik, pertikaian antar instansi negera,
kekerasan dan berita-berita lain yang tidak mengenakan. Bahkan berita yang
terakhir tentang diundurnya Ujian Nasional merupakan berita yang langsung
menyentuh perasaan anak didik, dan subjek yang langsung merasakan
ketidakberesan penyelenggaraan Negara.
Berita yang datang tiap detik
ini, tidak bisa kita bendung, sebagai akibat kebebasan media yang tidak
terkendali. Mungkin siswa tidak membaca Koran, tapi mereka menonton TV. Mungkin
diantara mereka tidak menonton TV, tapai browsing
di internet yang daya jangkaunya mendunia dan bisa diakses baik oleh PC maupun smartphone. Bersembunyai dimanapun
berita dapat diakses. Itulah media,
ibarat pisau yang memiliki dua sisi, negatif dan sisi positif.
Keadaan yang tidak kondusif ini secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi kepribadian siswa. Di sekolah guru dituntut
untuk digugu dan ditiru dan memberi pendidikan yang baik, tetapi terkadang
kondisi kenyataan di lapangan bertolak belakang. Contoh yang biasa kita alami
sehari-hari misalnya bagaiman sikap kita ketika berlalu lintas. Mulai dari TK
atau SD tentu kita semua diajarkan, ketika lampu merah artinya berhenti, lampu
hijau jalan, dan lampu kuning hati-hati. Tapi kondisi nyata sering berlawanant,
ketika lampu lalu lintas masih menyala merah, kendaraan justru melaju dengan
kencangnya, bahkan memaksa kita yang ada di depannya untuk melanggar aturan
itu. Bagi pribadi yang tidak memiliki sikap, tentu akan terbawa dengan kondisi
yang tidak baik seperti ini.
Siswa sekolah menengah merupakan
anak remaja yang secara psikologi pada
kondisi pribadi pada masa transisi. Masa peralihan dari anak-anak menuju
dewasa. Secara fisik, anak remaja sedang tumbuh, kuat, sehingga merasa seperti
dewasa. Tetapi secara kejiwaan mereka belum matang. Sehingga membuat keputusan
terkadang hanya mengikuti emosi, kurang mempertmbangkan rasio. Kondisi seperti
inilah yang bila anak-anak sekolah tidak memiliki daya tahan (imun) akan
terbawa pada kondisi yang tidak baik.
Pertanyaannya, apa yang dapat guru
lakukan untuk membentuk pribadi siswa yang imun terhadap kondisi lingkungan
yang tidak baik?. Untuk menjawab ini ada baiknya kita belajar dari sistem
kekebalan tubuh kita. Tubuh kita memiliki sistem kekebalan nonspesifik dan spesifik.
Sistem kekebalan non spesifik adalah imunitas bawaan yg memberi reaksi terhadap
semua jenis antigen/ patogen yg masuk walaupun tubuh belum pernah mengenal
antigen tersebut. Sedangkan Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat
mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu
perkembangan respon imun yang spesifik, disebut juga dengan sistem imun yang
didapat (adaptive immunity) terhadap
substansi tersebut.
Sistem imun nonspesifik dilakukan
baik secara fisik, kimia, maupun seluler. Secara fisik tubuh kita dilengkapi
kulit dan membrane mukosa yang mencegah gesekan fisik. Secara kimia tubuh kita
memiliki lizozim yang bisa membunuh bibit penyakit, dan secara seluler memiliki
sel darah putih (leukosit). Analoginya, bisa jadi siswa belum memahami apakah
informasi dari media atau mesyarakat itu baik atau tidak baik, maka sebagai
langkah preventifnya adalah membatasi penggunaan media-media yang merusak.
Membatasi atau melarang penggunaan telepon genggam di sekolah, menyarankan
pembatasan menonton TV, dan melarang bergaul dengan masyarakat yang tidak baik.
Kalau hal tersebut sulit dilakukan, tugas guru terus mengingatkan mana perilaku
yang baik mana yang tidak baik. Hal ini diakukan tidak hanya oleh guru agama
atau PKn, tapi oleh seluruh guru mata pelajaran.
Salah satu respon imunitas
nonspesifik adalah terjadinya radang atau inflamasi suatu reaksi tubuh yang
bertujuan untuk untuk mengisolasi dan menghancurkan benda asing dan
mempersiapkan jaringan dlm proses penyembuhan. Ciri klasik terjadinya radang
adalah: tumor (bengkak), robor (merah), color (hangat), dan dolor (sakit).
Tubuh yang mengalami inflamasi akan tampak merah dan hangat karena terjadinya vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah,
sehingga aliran darah meningkat. Akibatnya permeabilitas pembuluh darah
meningkat sehingga cairan plasma dan protein keluar sehingga menyebabkan edema
(bengkak) yang menekan saraf menyebabkan sakit. Reaksi ini sebenarnya adalah
upaya tubuh untuk menyerang bibit penyakit. Analoginya adalah, ketika anak
dindikasikan sudah terserang oleh suatu prilaku yang tidak baik, maka peran
sekolah adalah bagaiamana terus memberikan daya tangkal dari berbagai sisi.
Seperti vasodiltasi pembuluh darah, maka setiap guru terus memberikan bantuan
kepada siswa tersebut., mulai dari guru BK, guru agama, PKn, dan guru lainnya.
Pendidikan karakter dan pendidikan nilai oleh semua guru mata pelajaran adalah
upaya preventif dan kuratif dalam menangkal virus-virus perilaku yang tidak
baik.
Ada pengalaman yang menarik,
ketika salah seorang siswa saya melalui facebook megucapkan terimakasih karena
sudah diasihati bukan sudah pintar ilmu biologi. Dia selalu teringat ketika
guru biologinya diawal memberikan pelajaranya selalui dimulai menayangkan video
tentang pendidikan karakter walaupun hanya 5 menit. Di samping itu ketika
menjelaskan materi pelajarnnya bagaimana menjelaskan nilai-nilai moral dari
materi yang telah disampaikannya.
Pembentukan pribadi yang imun ini
juga bisa dilakukan oleh semua guru mta pelajaran. Kuncinya bukan hanya memberi
nasihat yang terkadang diri sendiri tidak melakukan, tetapi keteladan.
Keteladanan adalah lebih efektif dibandingkan seribu kata-kata. Semoga
pengalaman ini menjadi guru yang terbaik buat para pendidik menjadikan siswa
ang memiliki pribadi yang imun·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar